Dugderan merupakan tradisi masyarakat Semarang sejak 1881, untuk menentukan awal puasa di bulan Ramadhan karena adanya perbedaan penentuan Ramadhan di masa itu. Kini, tradisi Dugderan sudah menjadi semacam pesta rakyat. Meskipun sudah menjadi semacam pesta rakyat berupa Tari Japin, arak-arakan (karnaval), hingga tabuh bedug oleh Walikota Semarang, Namun proses ritual (pengumuman awal puasa) tetap jadi puncak Dugderan. Sebelum acara tabuh bedug, biasanya ada karnaval yang diawali pemberangkatan peserta dari Balai Kota dan berakhir di Masjid Kauman (masjid Agung), dekat Pasar Johar.
Selain bunyi bedug dan meriam itu, di dalam pesta rakyat Dugderan ada juga maskot Dugderan yang dikenal dengan istilah “Warak Ngendog”. Warak Ngendog adalah sebuah mainan jenis binatang rekaan yang bertubuh kambing dan berkepala naga dengan kulit seperti bersisik dibuat dari kertas warna-warni yang terbuat dari kayu juga dilengkapi beberapa telur rebus sebagai lambang bahwa binatang itu sedang ngendog (bertelur dalam bahasa Indonesia). Ketika diselenggarakan Dugderan pertama kali, Semarang sedang krisis pangan dan telur merupakan makanan mewah.
2. Nyandran
Nyadran adalah serangkaian upacara yang dilakukan oleh masyarakat Jawa, terutama Jawa Tengah. Nyadran berasal dari bahasa Sanskerta, sraddha (keyakinan). Sedangkan dalam bahasa Jawa, Nyadran berasal dari kata sadran yang artinya ruwah syakban. Nyadran sendiri adalah tradisi pembersihan makam oleh masyarakat Jawa, umumnya di pedesaan. Kegiatan yang dilakukan antara lain pembersihan makan leluhur, tabur bunga, dan puncaknya berupa kenduri selamatan di makam leluhur.
3. Meugang
Meugang adalah tradisi memasak daging dan menikmatinya bersama keluarga, kerabat, dan yatim piatu oleh masyarakat Aceh. Menyembelih kurban berupa kambing atau sapi di tradisi Meugang atau Makmeugang dilaksanakan tiga kali dalam setahun, yakni Ramadhan, Idul Adha, dan Idul Fitri.
Sapi dan kambing yang disembelih berjumlah ratusan. Selain kambing dan sapi, masyarakat Aceh juga menyembelih ayam dan bebek. Tradisi Meugang di desa biasanya berlangsung satu hari sebelum bulan Ramadhan atau hari raya, sedangkan di kota berlangsung dua hari sebelum Ramadhan atau hari raya. Biasanya, masyarakat memasak daging di rumah, setelah itu dibawa ke masjid untuk dimakan bersama tetangga dan warga lain.
Setiap perayaan Meugang, seluruh keluarga atau rumah tangga memasak daging dan disantap seisi rumah. Pantang jika keluarga nggak memasak daging pada hari Meugang, apalagi Meugang memiliki nilai religius karena dilakukan di hari-hari suci umat Muslim. Masyarakat Aceh percaya bahwa nafkah yang dicari selama 11 bulan wajib disyukuri dalam bentuk tradisi Meugang.
4. Malamang
Di Minangkabau, Sumatra Barat, Malamang merupakan tradisi untuk memeriahkan acara penting dalam kalendar Islam. Lamang atau lemang biasanya dihidangkan dengan tapai sipuluik yang juga terbuat dari beras ketan hitam atau beras ketan merah. Selain itu, jika musim durian tiba, lamang banyak dihidangkan bersama buah durian.
Malamang nggak mungkin dikerjakan oleh satu orang aja. Oleh karena itu, dalam Malamang dibutuhkan beberapa orang yang mampu bekerja sama. Diperlukan orang untuk mencari bambu sebagai tempat adonan, mencari kayu bakar untuk memanggang lamang, mempersiapkan bahan-bahan untuk membuat lamang seperti beras ketan, santan, dan daun pisang. Ada pula orang yang mempersiapkan adonan dan memasukkannya ke dalam bambu.
5. Kirab Dhandahangan
Kirab Dhandhangan adalah tradisi berkumpulnya para santri di depan masjid Al Aqsha atau yang kini lebih popular disebut Masjid Menara Kudus setiap menjelang Ramadan untuk menunggu pengumuman dari Sunan Kudus tentang penentuan awal puasa. Setelah keputusan awal puasa itu disampaikan oleh Kanjeng Sunan Kudus, beduk di Masjid Menara Kudus ditabuh hingga mengeluarkan bunyi ‘dang… dang… dang’. Nah, dari suara beduk itulah, istilah Dhandhangan lahir.
Karena banyaknya orang berkumpul, tradisi Dhandhangan kemudian nggak hanya sekadar mendengarkan informasi resmi dari Masjid Menara Kudus, tapi juga dimanfaatkan para pedagang untuk berjualan di lokasi itu. Makin lama, Dhandhangan nggak hanya sehari menjelang puasa, tapi dimulai sekitar dua minggu sebelum puasa dan berakhir pada malam hari menjelang sahur pertama.